Pelanggan merupakan urat nadi dan jantung dari setiap perusahaan. Dapat dibayangkan perusahaan tanpa pelanggan, pastinya perusahaan akan berhenti beroperasi. Karena itu, tema sentral bagi setiap perusahaan adalah bagaimana mengerahkan sumber yang ada agar dapat melayani pelanggan sebaik-baiknya. Setiap kebijakan atau strategi bisnis yang diambil selalu berpatokan pada apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pelanggan (customer centric).
Seperti kita lihat dan rasakan bersama, pandemi Covid-19 berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Salah satunya, masyarakat menjadi lebih peduli pada masalah-masalah kesehatan. Kini, masyarakat terbiasa menggunakan masker dan hand sanitizer. Menjaga jarak dan menghindari kontak fisik langsung untuk menghindari penularan Covid-19 juga sudah menjadi perilaku keseharian di masyarakat.
Perilaku di atas otomatis mengubah interaksi perusahaan dan para pelanggannya. Perusahaan tentu juga harus peka dengan kondisi para pelanggannya. Selain makin peduli pada kesehatan, sebagian dari pelanggan mungkin juga ada yang terdampak secara ekonomi, sehingga daya belinya menurun.
Kondisi demikian tentunya juga harus menjadi perhatian setiap perusahaan. Bagaimana perusahaan harus tetap melayani pelanggan sebaik mungkin di tengah keterbatasan yang ada. Merupakan kerugian besar jika perusahaan harus kehilangan pelanggan di tengah pandemi, karena mempertahankan pelanggan lama biayanya relatif lebih murah ketimbang mendapatkan pelanggan baru.
Selalu ada a blessing in disguise dari setiap peristiwa yang tidak kita inginkan. Pandemi menciptakan sikap simpati dan empati dari berbagai perusahaan. Meski ini tidak terkait langsung dengan pelanggan mereka, banyak perusahaan yang memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak Covid-19 dan dukungan untuk penanganan wabah corona kepada rumah sakit, tenaga medis, dan pasien. Hal itu membuktikan sifat gotong royong belum lekang dari bangsa Indonesia. Bukan tidak mungkin perusahaan yang melakukan aksi donasi Covid-19 akan meraih simpati dan empati dari masyarakat dengan menjadi pelanggan.
Tak kalah pentingnya soal inovasi di pelayanan. Sebelum pandemi pun sebagian pelanggan, terutama pelanggan milenial, sudah terbiasa memanfaatkan kanal pelayanan digital. Mereka lebih nyaman dilayani secara digital, karena lebih fleksibel, efisien, cepat, dan aman. Bagi perusahaan yang belum memanfaatkan teknologi digital, saat ini merupakan momen yang tepat untuk mendigitalisasi pelayanan. Pelayanan berbasis digital yang minim, atau bahkan tanpa interaksi antara staf pelayanan dan pelanggan, lebih aman dan mendukung anjuran physical distancing.
Di sisi lain, bagi perusahaan yang sudah mendigitalisasi pelayanan, pandemi merupakan momentum untuk memperluas basis pelanggan yang dilayani secara digital. Segmen yang lebih senior bisa digiring untuk memanfaatkan kanal pelayanan digital. Karena itu, perlu dirancang kanal pelayanan digital yang mudah digunakan (user friendly) agar pelanggan yang lebih senior tertarik menggunakannya.
Meski begitu, outlet pelayanan konvensional (offline) tidak boleh diabaikan. Bagaimana pun, representasi pelayanan di ranah offline tetap dibutuhkan. Di era multichannel, kanal offline dan online juga harus saling mendukung. Keduanya harus mampu memberikan customer experience yang baik dan positif bagi seluruh pelanggan.
Semoga Hari Pelanggan terus memacu kita untuk selalu berpikir tentang pelanggan dan terus berinovasi untuk kebaikan dan kepuasan pelanggan. Selamat Hari Pelanggan!